View

free tracking

Waktu

Kotak Ngoceh


ShoutMix chat widget
Adsense Indonesia

Followers

Macam-Macam Kekosongan

Oleh, Ari Fakhri


Orang yang meleati satu hari dalam hidupnya tanpa ada suatu hak yang ia tunaikan atau suatu fardu yang ia lakukan atau kemuliaan yang ia wariskan atau pujian yang ia hasilkan atau kebaikan yang ia tanamkan atau ilmu yang ia dapatkan, maka sungguh-sungguh ia telah durhaka kepada harinya dan menganiaya diri. (Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Al-wuqtu fi Hayati Muslim,hlm 13).


Pertama : Kekosongan Akal

Akal merupakan mutiara termahal yang dimiliki manusia. Manusia tanpa memfungsikan akaluntuk mengenal Rabbnya,maka nilainya tidak ubahnya seperti binatang,sebagaimana Firman Allah :

Sesungguhnya seburuk-buruk binatang melata dalam pandangan Allah ialah ia orang-orang yang pekak dan tuli, yang tidak mau menggunakan akalnya”(Q.S. Al-Anfal;22)

Disini Allah mengategorikan “kekosongan Akal” sebagai sifat binatang. Sebab binatang merupakan makhluk ciptaan-Nya yang tidak memiliki kesiapan untuk menggunakan akalnya. Karenanya, Allah menyejajarkan manusia dengan binatang apabila mengabaikan fungsi dan peran akalnya dalam menerima pengetahuan-pengetahuan yang berguna. Inilah rahasianya, ketika Umar bin Khatab r.a mengukur keutamaan seseorang dengan yang lain. Beliau berkata: “pokok dasar seseorang adalah akalnya, keluhurannya adalah agamanya dan harga dirinya adalah akhlaknya.”(Al Mawardi,Adabud Dunya Wad-Diin, hlm 19, cet ke-4)

Inilah akhir perjalanan orang yang memiliki sifat pertama: “kekosongan Akal”. Adapun orang yang mengisi akalnya dengan sesuatu yang bermanfaat, baik yang menyangkut masalah dunia maupun akhirat, maka dialah orang yang benar-benar beruntung. Semua itu disebabkan karena ia mau mengonsumsi akalnya sesuai dengan hakikat penciptaan akal itu sendiri, yaitu tadabbur(memperhatikan) Allah SWT, dengan kewajiba-kewajiban yang harus dipenuhi-Nya. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan untuk itu, di antaranya Allah berfirman :


Dan Dia (Allah) menundukan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan(untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi kaum yang memahaminya.” (Q.S. An-Nahl:12).

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah mati. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mempergunakan akalnya.(Q.s. Ar-Rum:24)


Inilah orang yang tahu bagaimana mengisi akalnya dan memenuhi kekosongan hatinya. Sudah sepantasnya kita meneladaninya dan berjalan sesuai dengan langkahnya, dengan senantiasa menjadikan menu utama adalah mengarang atau mengajar.

Kedua : Kekosongan hati

Hati hanyalah sepenggal organ dari tubuh manusia, jika ia hidup,hiduplah seluruh tubuhnya, sebaliknya jika hati sudah mati, matilah seluruh tubuhnya. Hati laksana bejana tempat bersemayamnya iman dan juga hawa nafsu. Allah berfirman :


“….tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan jadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Q.S. Al-Hujurat:7)


Allah Swt, menjelaskan disini, bahwa memenuhi “Kekosongan Hati” haruslah dengan keimanan. Dan inilah yang pernah ditekankan oleh sahabat Ibnu Mas’ud-semoga Allah ridha kepadanya ketika beliau meminta agar kita selalu menelusuri hati ditempat-tempat keimanan. Beliau berkata “Carilah hatimu ditiga tempat(kesempatan), saat mendengar ayat-ayat Al-Qur’an dikumandangkan, di majelis-majelis tempat orang berzikir dan disaat engkau berada sendirian ditempat sunyi. Jika tidak kamu dapatkan hatimu di tempat-tempat ini, maka bermohonlah kepada Allah agar memberikan karunia hati, sebab pada dasarnya engkau tidak mempunyai hati (Ibnu Qayyim, al-Fawaa’id, hlm 148)


Ketiga : Kekosongan Jiwa (Nafsu)

Jiwa ini apabila tidak kita sibukkan dengan hal positif, ia akan menyibukkan kita dengan kebatilan. Menyibukkan jiwa dengan kebaikan ialah dengan menyucikan,mendidik dan manarik tali kekangnya dari perkara yang batil. Karena jika tidak demikian, jiwa akan senantiasa terbiasa bersinggungan dengan keburukan dan terus-menerus menyimpang dari jalan yang lurus, yang pada akhirnya akan menyengsarakan kita sendiri.

Allah SWt berfiman:

Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwa itu, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Symas: 9-10)

Barangsiapa melepas tali kekang hawa nafsunya untuk berbuat apapun yang ia suka, maka ini merupakan gambaran jiwa yang kosong, sebagaimana digambarkan oleh Sayyid Quthb semoga Allah merahmatinya- dalam tafsirnya :”Itulah gambaran jiwa yang kosong, yang tidak pernah mengenal makna serius. Ia bersikap santai meski menghadapi bahaya yang mngintai. Ia meremehkan permasalahan yang suci dan sakral. Jiwa yang kosong dari sikap serius dan sikap penuh kesucian, akan menyebabkannya senantiasa meremehkan setiap persoalan yang menyelimutinya, mengalami kegersangan jiwa dan dekadensi moral. Jiwa yang demikian, tidak patut untuk bangkit mengemban tugas dan tidak akan tegak membawa beban amanat. Dan jadilah kehidupan di dalam jiwa demikian itu, hampa, remeh dan tiada berharga.” (Fi Dzilalil-Qur’an, juz 4, hlm 2367, cet ke-10)

Allah SWT berfirman :

“…supaya jangan ada jiwa orang yang berkata” (Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam menunaikan kewajibanku terhadap Allah…..’(Q.S. Az-Zumar)

Jiwa ini dapat aktif berusaha bergantung dari bagaiamana ia mendapatkan tarbiyah (pendidikan) dan penyucian, sebagaimana dikatakan Ibnu Qayyim : “Masukkan “logam emas” ubudiyahmu ke dalam “Api las” berupa ujian dan cobaan dengan tujuan untuk mengeluarkan kotoran dan imitasi darinya.” (Abd.Mun’im Shaleh. Tahdzib Madarijus Salikin,hlm 327)



0 Comments:

Post a Comment